Pada pandangan pertama, Belanda
tidak banyak tertarik pada Irian Barat (sekarang Papua Barat). Perhatiannya
banyak ditujukan kepada daerah-daerah lain, seperti Kepulauan Maluku dan
kemudian Jawa dan Sumatera. Namun, seiring proklamasi dan perjuangan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia, daerah itu menjadi bagian terpenting dalam politik
Belanda. Ketika daerah-daerah lainnya diakui oleh Belanda dalam KMB tahun 1949,
Irian Barat dimasukkan sebagai agenda politik yang ditunda. Sementara itu,
bangsa Indonesia memandang daerah itu sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan
dan harus segera diintegrasikan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Komitmen pengintegrasian daerah itu merupakan
harga mati. Karena itu, bangsa Indonesia menempuh berbagai cara, baik diplomasi
maupun militer, untuk mensukseskan politik kemerdekaan.
Persoalan Irian Barat menyisakan banyak pertanyaan menggelisahkan. Betapa
tidak, daerah ini dulu hanya dilihat sebelah mata oleh Indonesia dan Belanda,
namun kemudian mengemuka dan menjadi agenda yang mendesak. Sikap keras
Indonesia untuk merebut (kembali) Irian Barat berdampak pada arah kebijakan
politik luar negeri.
Pendulum politik mengayun kuat ke
Blok Timur (Uni Soviet) setelah tidak mendapat respon dari Blok Barat (Amerika
Serikat). Hal ini dipandang sebagian kalangan sebagai penyimpangan dari politik
luar negeri bebas aktif. Mengapa dan benarkah demikian?. Berbagai wacana
seputar itu, diulas dengan baik dalam buku ini. Karena itu, ia patut dibaca
oleh para ilmuwan, peminat dan pemerhati masalah sosial dan politik, khususnya
pemerintah.
Spesifikasi:
Pengarang: Hafiluddin
Penerbit: Rayhan Intermedia
Tahun: 2010
Ukuran: 14×21 cm
Tebal: 114 hlm
ISBN: 978-602-17587-9-6
[Tokopinisi hanya menjual buku original dari penerbit]
price/ 30.000
off/ 38.000
